Karang Segar, Sabtu 20 Februari 2021

 

Sudah menjadi hal yang biasa saat hujan deras tiba-tiba listrik padam. Bagi kami yang tingal di sepanjang aliran sungai Citarum hal ini sering terjadi. Dan itu bukan masalah. Kegelapan bukan sesuatu yang kami takutkan. Ada hal yang lebih menakutkan saat hujan deras dan listrik padam.

Sabtu malam 20 februari 2021 hujan turun dengan deras disertai gemuruh petir. Malam yang gelap nampak mencekam dengan padamnya listrik sejak sore tadi. Sesekali kilatan petir menyambar di udara.

Terdengar kentongan di kejauhan. Suara motor dan hewan ternak yang dibawa paksa terdengar jelas. Mereka sudah bersiap menghadapi kemungkinan yang paling buruk. 

Tiba-tiba tetangga mengetuk pintu dengan keras. Kami segera berlari kearah pintu. Dia mengabarkan agar kami segera pergi dan mencari tempat yang lebih tinggi.  Tanggul Citarum yang menjadi pemisah antara kabupaten Bekasi dan kabupaten Karawang sudah tidak sanggup menampung debit air.

Dan tepat jam 22.30 tanggul di daerah kp. Babakan Banten Ds. Sumber Urip kec. Pebayuran Jebol sepanjang kurang lebih 60 meter. Lokasi tanggul yang jebol sangat dekat dengan kami hanya sekitar 1 km.

Tanggul Citarum pernah jebol 14 th yang lalu, tepatnya di tahun 2007. Saat itu titik jebol ada di kp. Pacing Lio desa Sumbereja kec Pebayuran. Lokasi ini cukup jauh dari tempat kami.

Air yang datangpun tidak begitu banyak tapi tetap saja merendam beberapa titik  rendah di desa kami. Memerlukan waktu yang lama untuk surut mengingat curah hujan tinggi saat musim hujan.

Untuk kali ini lokasi jebolnya tanggul begitu dekat. Tidak terbayang ketinggian air yang akan merendam desa kami. Hal ini yang paling kami takutkan saat musim hujan tiba.

Sekitar jam 03.00 kami dberi kabar air sudah tiba dengan ketinggian sepinggang orang dewasa. Kami mulai panik. Hujan yang deras disertai gemuruh kilat membuat malam itu semakin mencekam.

Kami mencoba menghubungi sanak saudara terdekat. Banyak diantaranya yang tidak aktif, mungkin mereka juga panik atau handphonenya mati mengingat listrik sudah mati dari kemaren.

Menunggu pagi tiba rasanya sangat panjang. Hanya ingin mengecek keadaan mereka. Apakah mereka ada di pengungsian atau justru terjebak air yang semakin tinggi. 

Notifikasi wa masuk. Terlihat chat dan Vidio meminta pertolongan. Air yang datang sangat deras membuat mereka tidak sempat menyelamatkan diri dan terjebak disana.

Beberapa keluarga membuat tenda di tempat yang cukup tinggi. Tapi karna air yang datang begitu banyak, tenda-tenda yang mereka dirikan mulai tergenang air. 

Wanita dan anak-anak mulai menangis. Panik dan takut yang mereka rasakan tergambar dari wajahnya. Kami mencoba meneruskan Vidio tersebut agar segera ditangani dan mendapat pertolongan.

Sekitar jam 06.30 hujan mulai reda. Kami bersiap untuk mencari lokasi yang lebih aman. Memindahkan barang-barang yang diperlukan. Dan mengamankan anak-anak, wanita dan lansia. Hari itu benar-benar hari yang melelahkan.

Menjelang siang terdengar kabar kalau rumah-rumah dititik jebol tergerus air. Beberapa keluarga juga terjebak dengan arus yang sangat deras. Perahu karet dan pelampung menjadi barang yang sangat berharga saat itu.

Sampai saat ini aliran sungai Citarum terus mengalir ke pemukiman. Beberapa desa di sekitarnya merasakan banjir dengan ketinggian beragam, dari mulai selutut sampai setinggi genteng.

Jalan raya yang menjadi satu-satunya akses ke tempat kami masih terendam. Aliran air dari sungai Citarum masih deras. Sawah yang menjadi mata pencaharian kami sudah seperti lautan. 

Banyak rumah dan sekolah rusak. Curah hujan yang masih tinggi di hulu sungai membuat Citarum terus mengalirkan airnya ke tempat kami. Tanggul yang jebol belum bisa diperbaiki. 

Semoga Citarum cepat surut dan tanggul yang jebol segera di perbaiki. 









Komentar

Postingan populer dari blog ini

A. MENGENAL NEGARA-NEGARA ASEAN

SEGITIGA RESTITUSI