BUKAN LAYANGAN PUTUS
Lydia membuka album usang yang
baru saja dia temukan. Hari ini anaknya meminta dibuatkan KTP. Usia anak
sulungnya tepat 17 tahun di bulan ini. Saat mencari kartu keluarga untuk syarat
pembuatan KTP, Lydia menemukan album berwarna biru tua yang terselip diantara
buku-buku miliknya.
Satu persatu diamati photo-photo itu. Pikiran Lydia melayang ke masa 20 tahun yang lalu. Satu kisah tentang persahabatan antara dirinya dengan Aris, seorang laki-laki yang baru di kenalnya. Perkenalan itu berawal saat mereka bertemu di perpustakaan kampus.
Dari perkenalan itu, Lydia tahu
kalau Aris satu angkatan dengannya. Kuliah di fakultas yang sama dan jurusan
yang sama pula. Mereka hanya berbeda kelas. Ada banyak persamaan diantara
mereka, sama-sama suka membaca, tidak suka banyak bicara dan tidak suka basa-basi.
Hal inilah yang membuat mereka
semakin akrab. Dari seringnya bertemu, tanpa di sadari ada rasa yang muncul
diantara mereka. Aris mengagumi Lydia yang menurutnya bukan hanya cantik tapi
juga pintar. Namun rasa itu dipendamnya. Dia ingin mengungkapkan di waktu dan
tempat yang tepat.
Seiring berjalannya waktu,
persahabatan mereka semakin kuat. Kemanapun Lydia pergi di situlah Aris ada. Bagi
Lydia, Aris bak bodyguar yang selalu ada untuknya. Begitu juga Aris, Lydia
adalah wanita yang harus dijaga dan dilindungi olehnya.
Suatu hari, kampus mengadakan
seminar tingkat nasional. Pihak kampus mendatangkan pembicara ternama sebagai
narasumber. Aris yang aktif di BEM ditunjuk sebagai ketapel. Dengan bangga Aris
menerima tugas itu.
Aris meminta Lydia untuk
membantunya. Dengan senang hati Lydia menerimanya. Persiapan menjelang
pelaksanaan terus dilakukan. Dari mulai persiapan
gedung, peserta seminar,makanan dan hal-hal kecil lainnya. Aris ingin semuanya rapih
dan berjalan lancar.
Lydia mendapatkan tugas untuk melobi
salah satu nara sumber utama di seminar. Hal ini cukup berat bagi Lydia. Ada rasa
kurang percaya diri mengingat dia tidak suka bicara panjang dan basa-basi. Tapi demi Aris Lydia
bersedia menerima tugas itu.
Lydia memutar nomor handphone
sang narasumber. Terdengar nada di ujung sana. Jantung Lydia mulai berdebar. Nada
itu berhenti namun telpon tak juga diangkat. Lydia memutar kembali nomor yang
sama. Terdengar suara dari ujung sana. Suara laki-laki terdengar berat.
“Maaf anda siapa?” suaranya
terdengar kaku.
“Apakah ini nomor pak Adhitama
dari KAP Adhitama?” tanya Lydia
“Ya, saya Adhitama.” Jawabnya singkat.
“Saya Lydia, mahasiswi fakultas
ekonomi jurusan Akuntansi, Universitas Pasundan Bandung, saya sudah mengirimkan
undangan kepada Bapak untuk menjadi narasumber pada seminar nasional yang
diadakan besok lusa, apakah Bapak sudah menerima undangannya?” suara Lydia
terdengar gemetar.
“Ya… sudah, saya kebagian materi
apa?” tanya laki-laki di ujung sana.
“Bapak mendapatkan materi tentang
Audit Internal, untuk waktunya sesi ke-3 jam 13.00-15.00 Wib, saya jemput di
kantor atau bagaimana pak?” lanjut Lydia.
“Saya langsung ke kampus saja,
kalian tunggu saya di sana.” Lalu menutup telpon. Lydia menarik napas lega,
satu tugasnya selesai. Dia langsung melaporkannya pada Aris.
Esoknya acara di mulai. Selesai sholat
dzuhur, tepat jam 12.30 Lydia sudah berdiri di depan kampus. Kampus terlihat
ramai, mahasiswa dan peserta seminar hilir mudik di depan kampus. Lidya menunggu
pak Adhitama dengan gelisah. Sesekali melihat jam di tangan. Namun yang ditunggu tidak juga datang.
Tiba-tiba seorang laki-laki
dengan tas gendong sudah berdiri di depannya. Dengan tersenyum dia menanyakan
tempat seminar.
“Maaf… anda peserta dari kampus
mana?” tanya Lydia matanya menatap laki-laki di depannya.
“Saya bukan dari kampus, tapi
perwakilan dari perusahaan.” Jawabnya sambil tersenyum
“Anda naik saja ke lantai 2,
lewat tangga ini, nanti di sana ada panitia, anda registrasi dulu untuk mendapatkan
sertifikat seminar.” Jawab Lidya sambil menunjuk tangga di depannya.
Laki-laki itu mengangguk dan
mengucapkan terimakasih. Lalu berjalan ke
arah tangga. Lydia menatap mobil yang masuk ke parkiran, dia berharap pak
Adhitama datang. Namun yang keluar dari mobil bukan pak Adhitama. Mereka peserta
seminar terlihat dari tanda pengenal yang tergantung di lehernya.
Waktu menunjukan jam 12.55,
tinggal 5 menit lagi dari jadwal pak Adhitama. Lydia semakin gelisah. Dia mengambil
ponsel dan menelpon Aris.
“Aris… pak Adhitama belum muncul,
minta pembawa acara untuk menyiapkan materi lain sambil menunggu pak Adhitama
datang.” Suara Lydia gugup.
“Apa? Pak Adhitama belum datang?”
Suara Aris terdengar kaget.
“Iya… beliau janji langsung ke
kampus, tapi sampai sekarang belum juga datang.” jawab Lydia.
“Lalu yang bicara di depan siapa?“ terdengar Aris tertawa.
“Jadi pak Aditama sudah datang?” Lydia
menutup telpon dan bergegas naik ke lantai 2. Terlihat Aris berdiri di pintu
masuk. Wajahnya tersenyum menatap Lydia yang datang terengah-engah.
Lydia menatap laki-laki yang
berbicara di depan forum. Mata Lydia melotot, laki-laki itu tidak lain adalah
laki-laki yang memakai tas gendong yang bertemu tadi di depan kampus.
“Jadi dia pak Adhitama?” Lydia menatap
Aris. Aris mengangguk.
Pak Adhitama ternyata jauh dari
ekspektasi Lydia. Dia pikir laki-laki itu sudah tua, kuno dan juga pikun. Ternyata
pemuda tampan, berkulit putih, bertubuh tinggi dan sangat manis. Lydia menatapnya
tanpa berkedip.
Itulah awal pertemuannya dengan
pak Adhitama. Laki-laki yang sudah memberikan 2 buah hati yang kini menginjak
remaja. Dan semenjak menikah, Lydia tidak pernah bertemu dengan Aris. Kini
kenangan itu kembali.
Untuk menyambung hidup dan
membiayai anak-anaknya, Lydia harus
bekerja keras. Menelpon teman-temannya untuk meminta pekerjaan. Baginya pekerjaan
apapun akan dia terima asalkan itu halal. Sampai akhirnya dia bertemu kembali
dengan Aris.
Aris kini menjadi Manager
keuangan sebuah perusahaan terkenal di Jakarta. Saat Lydia melamar pekerjaan di
kantornya, Aris langsung menyapanya. Lydia hampir tidak mengenalinya. Aris yang dulu tinggi
kurus, berubah menjadi Aris yang gagah dengan pakaian jas yang elegant.
Lydia bahagia sekali menemukan
sahabatnya. Senyumnya mengembang, dengan sigap Lydia menerima uluran tangan
Aris.
“Bagaimana kabar suamimu, apakah
dia sudah bangkrut sampai-sampai kamu harus bekerja?” tanya Aris.
Lydia terdiam. Ada rasa perih di
hatinya. Namun ditahannya mungkin Aris tidak tahu kalau setahun yang lalu
suaminya meninggal karena kecelakaan.
“Hey… kenapa?” Aris menatap Lydia
“Tidak… kamu sudah menikah?”
tanya Lydia
“Kamu pikir aku laki-laki yang
tak laku, putriku berusia 8 tahun, dan sebentar lagi kami akan punya satu
anak lagi.” jawabnya sambil tersenyum.
“Wah selamat yah… semoga yang
ke-dua laki-laki.” Jawab Lydia sambil mengulurkan tangannya.
“Amiin, aku harap juga begitu.” Jawab
Aris sambil mengenggam tangan Lydia.
Lydia menarik tangannya dari
genggaman Aris. Aris tersenyum lalu melepaskan tangan Lydia. Aris menempatkan Lydia
menjadi staffnya. Karena sudah mengenal satu sama lain, mereka terlihat kompak.
Pekerjaan apapun yang mereka lakukan selalu sukses ditangan mereka berdua.
Kebersamaan yang kembali
terjalin, menumbuhkan kembali rasa di hati Aris. Rasa yang dulu pernah ada kini
muncul. Aris berusaha menepisnya. Sampai suatu ketika Aris mengetahui tentang
kepergian Adhitama suami Lydia. Rasa itu semakin tidak terbendung.
Dengan hati-hati Aris
mengungkapkan perasaannya. Keinginannya untuk menjaga Lydia beserta
anak-anaknya. Lydia yang tahu perasaan Aris sedikit bingung. Rasa sayang kepada
Aris tidak hilang begitu saja. Bagi Lydia Aris seperti dewa penolong baginya.
Melihat Lydia yang tertunduk ,
Aris segera meyakinkannya. Dia berjanji akan bersikap adil pada Lydia dan istri
pertamanya. Dia juga tidak akan membiarkan Lydia terhina. Dia akan menikahi
Lydia secara resmi. Dan membawanya ke tempat yang tidak di ketahui istri
pertamanya.
Mobil perlahan meninggalkan
halaman rumah. Ada bulir bening menetes
di mata Lydia. Hari ini dia harus meninggalkan rumah beserta kenangannya. Rumah yang hampir 20 tahun dia tempati. Dan kini
terpaksa harus di tinggalkan demi kebahagiaan.
Namaku memang Lydia, tapi bukan
Lydia di serial layangan putus. Yang rela menukarkan harga dirinya untuk
mendapatkan kebahagiaan diatas penderitaan orang lain. Aku punya harga diri,
juga cinta dan kasih sayang yang tulus. Aku tidak akan menodai cintaku dengan
menyakiti perempuan lain. Aku memang jatuh cinta pada Aris tapi tidak ingin
memiliki dirinya.
Keren Bu
BalasHapus#bukanlayanganputus ya 😊
Terimakasih, harusnya judulnya bukan layangan putus...☺️
HapusLuar biasa ternyata apapun jadi inspirasi buat bunda cantik ini.... kapan saya bisa melu melu ya bu.... please ...tulari njih....
BalasHapusWaaah bagus sekali ceritanya keputusan akhir kisah si tokoh betul- betul wanita yang menghargai sesamanya ...👍🏼👍🏼🌹
BalasHapusMasya Allah...kereeeenn bun..😘😘
BalasHapusTerimakasih semuanya, y
BalasHapussudah mampir dan komen di blog saya...🙏
Keren bunda, salam kenal.
BalasHapus